Thursday, July 9, 2015

India The Sleeping Giant

Sleeping Giant : An Indian Football Story. Sebuah film dokumenter yang ditayangkan BBC menceritakan pengalaman dua pemain muda asal India menjalani latihan selama 6 pekan di klub Inggris, Queen Park Rangers. Shaun Fernandes dan Hussain Vahanvaty terpilih menjadi wakil India dari 1.700 pemain muda India yang berkompetisi di South Mumbai Football Challenge.




Mereka berdua merupakan salah satu perwakilan harapan sepakbola India untuk kembali bangkit setelah lama terbenam. Kalah popularitas oleh olahraga kriket yang berujung kepada permasalahan ekonomi klub dan sepakbola secara nasional dan (ini rasanya sama dengan negara kita, Indonesia) menurut salah satu narasumber di film dokumenter tersebut, sepakbola India sejak lama ditangani oleh orang - orang yang salah.

India merupakan wakil Asia pada Piala Dunia 1950 Brazil, runner up Piala Asia 1964, peraih medali emas Asian Games 1951 dan 1962 yang diadakan di Indonesia, medali perunggu Asian Games 1970. Setelah itu sudah. Pun mereka sebenarnya masih lebih beruntung dari Indonesia yang lama sekali tidak sekalipun mendapatkan trofi, setidaknya di Asia Selatan, India beberapa kali menjuarai SAFF Championship.

Negara dengan banyak penduduk tapi mencari sebelas pemain untuk membawa kejayaan sangat sulit sekali. Bukan hanya Indonesia yang mengalami ini tapi juga India. Saya masih ingat dari era 90an, bahkan sampai saat ini, hanya satu pemain India yang mencuat, terdengar namanya ke seantero Asia yaitu Baichung Bhutia. Pemain yang pernah bergabung dengan klub Bury Inggris. Setelah itu pesepakbola India tidak terlalu terdengar, entah saya kurang piknik.

Menurut analisa Gokhale Institute of Politics and Economics : The Rise and Fall of Indian Football, beberapa faktor kegagalan India adalah ketiadaan perencanaan yang baik, kurangnya pembinaan dan pengembangan pemain muda plus minim infrastruktur, dan juga yang sangat familiar dengan situasi Indonesia yaitu politik dibalik sepakbola. Periode jatuhnya sepakbola India dihitung sejak tahun 1964 sampai dengan sekarang.

Memang sejak tahun 1996, India mencoba bangkit (dari segi kompetisi) dengan I-League yang kemudian dikembangkan lagi pada tahun 2006. Namun kondisinya belum sesuai dengan harapan. Tahun kemarin Indian Super League diluncurkan, satu kompetisi dengan klub franchise bertujuan untuk menyaingi popularitas kriket.

Mengapa kriket perlu disaingi ketenarannya? karena hingga saat ini dukungan pemerintah disektor olahraga 90 % adalah kriket dan 10 % lainnya adalah sepakbola serta olahraga lainnya. Bukan hanya itu media pun lebih menyenangi pemberitaan kriket, perusahaan swasta lebih memilih menjalin kerjasama dengan klub kriket daripada klub sepakbola.

India kini tengah mencoba untuk bangkit kembali. Setidaknya dengan hadirnya beberapa akademi sepakbola milik Manchester United, Barcelona, Arsenal dan Liverpool yang mendidik pesepakbola usia 6 sampai dengan 18 tahun. Disisi lain, adanya tontonan sepakbola luar negeri, menciptakan fans - fans baru sepakbola yang saat ini dianggap sebagai satu gengsi tersendiri dan trendi. Jika Brazil memiliki para pemain yang muncul dari kawasan kumuh, Favela, dengan bertumbuhnya antusiasme terhadap sepakbola, kini muncul dari kawasan - kawasan kumuh, anak - anak yang begitu mencintai sepakbola.




Namun seberapa besar pun antusiasme jika tidak dikelola dengan baik maka sia - sia saja. India sudah menyiapkan dan menjalankan I-League U-19, mereka juga punya Subroto Cup untuk para pemain sepakbola U-17 dari sekolah - sekolah, juga B.C Roy Trophy kompetisi negara bagian level U-19. Bukan hanya itu mereka juga sudah memiliki women's championship. Pengembangan sepakbola tidak hanya dilakukan oleh All India Football Federation (AIFF) tetapi juga oleh organisasi setiap negara bagian seperti Western India Football Association yang mengelola 530 klub dalam struktur kompetisi yang mereka namakan Maharashtra.

Hanya saja masih terdapat kekurangan - kekurangan, seperti I-League sebagai liga tertinggi di India, masih sangat mengandalkan pemain asing sejak diluncurkan kembali pada tahun 2006 6 pemain Nigeria menjadi topskor kompetisi, baru Sunil Chetri pada musim 2013 - 2014 yang mampu masuk ke jajaran top skor itupun ia harus berbagi dengan Darryl Duffy (Skotlandia) dan Cornell Glenn(Trinidad and Tobago). 

Hal itu juga yang dirasakan oleh Hussain Vahanvaty diakhir wawancaranya pada film dokumenter tersebut,  Setelah 2 tahun, ia masih kebingungan bagaimana mengembangkan karirnya selepas menjalani 6 pekan di Inggris, bahkan ia menginginkan untuk menjadi sarjana teknik  dan bertekad menjalani kedua profesi.

India masih berjuang tapi sedikit demi sedikit mereka mulai berbenah. Indonesia? saling berebut untuk berperan melakukan pembenahan dan akhirnya saling berantem.

Tuesday, June 30, 2015

Indonesia Butuh Petualang

Dedi Gusmawan tampil baik dalam 2 pertandingan Myanmar National League 2015 bersama klub barunya Zeyar Shwe Myay (dibaca zeja se mye). Kabar tersebut, meski baru sebatas berita tulisan karena setelah ngubek - ngubek Youtube dan nanya ke mbah google belum dapat video highlight penampilan Dedi ketika melawan Yadanarbon dan Rakhine United, terasa menyejukkan ditengah kobaran api perseteruan yang kini semakin membesar setelah KONI ikut menyiramkan bensin (entah premium atau pertamax) pada perselisihan ini.

Kemudian muncul lagi berita dari www.footballchannel.asia, tiga pemain timnas U-23 menerima undangan trial dari beberapa klub Jepang. Evan Dimas, Adam Alis, dan Hansamu Yama Pranata akan mengikuti jejak Andik Vermansyah, Syakir Sulaiman, Irfan Bachdim dan Stefano Lilipaly mengikuti trial di Jepang. Hanya Irfan Bachdim yang bertahan mendapatkan kontrak di Ventforet Kofu dan kali ini di Consadole Sapporo. Stefano Lilipaly hanya menjalani semusim bersama Consadole Sapporo.


Akhir tahun 2014 tiga pesepakbola muda juga pernah mengikuti trial bersama Jubilo Iwata U-18. Syamsir Alam, Gavin Kwan Adsit dan Ryuji Utomo. Gavin termasuk pesepakbola dengan jiwa petualang. Ia pernah bersama CFR Cluj Rumania, TSV Niendofer Jerman, sempat pula menjalani trial di FC Tokyo pertengahan 2014. Musim ini ia membela Mitra Kukar, sayang kompetisi keburu dibubarkan sebelum aksinya bisa dinikmati lebih jauh.

Petualang. Kata tersebut mengingatkan kepada sosok Arthur Irawan yang sedang bermain untuk Waasland-beveren Belgia. Mulai dari Lytham Town Inggris,  Espanyol B hingga Malaga B pernah pemuda ini jajal meskipun untuk ditimnas ia lebih sering gagal lolos seleksi.


Tiba - tiba saya jadi ingat tarkam. Bukanlah sebuah bentuk petualangan, meskipun seorang pemain berlevel nasional rela bermain dilapangan ala kadarnya dengan resiko cedera tinggi didaerah - daerah. Tarkam adalah sebuah bentuk penghasilan sampingan yang tengah naik daun digembar - gemborkan ditengah penghentian kompetisi resmi menjadi perlambang derita pemain karena mereka harus mengais pendapatan hingga ke pelosok, meskipun ketika kompetisi berjalan lancar musim - musim lalu pun banyak pemain ikutan tarkam bahkan ditengah kompetisi.

Pemain - pemain Indonesia masih belum banyak yang mempunyai pemikiran untuk bertualang. Kebanyakan hanya berpindah - pindah klub setiap musim Liga Indonesia berganti. Jika diurutkan para pemain yang pernah berkarir di luar negeri dari tahun 90an rasanya jumlahnya tidak akan mencapai 50 pemain.

Mereka yang berstatus pernah adalah Bima Sakti, Kurnia Sandi, Kurniawan Dwi Yulianto, Rochi Putiray, Elie Aiboy, Bambang Pamungkas, Budi Santoso, Ponaryo Astaman, Hamka Hamzah, Patrich Wanggai, Yandi Sofyan, Alfin Tuasalamony, Manahati Lestusen, Gavin Kwan Adsit, Victor Igbonefo, Stefano Lilipaly.

Mereka yang berstatus masih Irfan Bachdim, Sergio Van Dijk, Andik Vermansyah, Dedi Gusmawan, Greg Nwokolo, Arthur Irawan, Yussa Nugraha (Feyenoord C1).


Mungkin ada yang terlewat. Terutama para pemain naturalisasi yang memang tidak dimasukkan seperti Joey Suk, Ruben Wuarbanaran. 

Baru kemudian kita mendengar Ahmad Jufriyanto, M. Taufiq dan Dedi Kusnandar menyatakan ingin bermain diluar negeri ditengah kondisi sepakbola yang carut marut. Perlukah menunggu kompetisi dalam negeri dihentikan agar para pemain mempunyai jiwa petualang?

Lantas apa pentingnya mempunyai keinginan untuk bertualang ke negeri orang? Bukankah kita diajarkan istilah hujan batu di negeri sendiri lebih baik dari hujan emas dinegeri orang? Mungkin kalau batunya batu akik ukuran cincin yang sekali jual harganya jutaan tentulah istilah ini bisa berlaku, tetapi ketika trend batu akik sudah sepi apakah masih berlaku? Karena para pemain lama dalam usaha batu pun klien nya kebanyakan dari luar negeri, nah lho!!.

Jika dilihat dari kacamata timnas, maka kebutuhan para pemain dengan jiwa petualang ini sangatlah tinggi. Sudah seringkali kita melihat mental bertanding timnas dengan kepala tertunduk ketika harus bertemu lawan bertubuh tinggi, garis wajah beda, dan warna kulit berbeda.

Sering juga kita mendengar bahwa kurikulum sepakbola Indonesia sudah ketinggalan. Pelatih timnas sering dipusingkan karena ketika pelatnas dilaksanakan hal yang seharusnya sudah tidak perlu dilatih lagi seperti skill menahan bola terpaksa dijadikan agenda latihan. Selama itu terdengar selama itu pula PSSI tidak memodernkan kurikulum sepakbola Indonesia. VO2 max pemain kita rendah dan selalu membuat pelatih timnas kewalahan, namun selama itu pula tidak ada gagasan untuk meningkatkan fisik dan stamina  pemain.

Infrastruktur sepakbola kita sudah tertinggal. Tidak semua pemain di Indonesia merasakan bermain dilapangan yang rata, rumput terawat, membuat bola mulus melaju. Verifikasi dilakukan setiap Liga Indonesia akan berlangsung tapi selama itu pula tidak ada perubahan berarti.

Gaji tidak lancar, bahkan terhutang berbulan - bulan tapi jarang ada pemain yang "bosan" dengan kondisi yang seperti dibiarkan terjadi bertahun - tahun ini.

Indonesia butuh para petualang untuk merubah keadaan. Setidaknya jika mereka sudah terbiasa bertanding, berkumpul dengan para pemain dari berbagai negara, tidak akan ada lagi kepala yang tertunduk dan kaki gemetar ketika bertanding melawan kesebelasan negara lain sehebat apapun mereka.

Apalagi dalam kondisi seperti ini, mumpung sanksi FIFA tidak menyentuh kepada nasib pemain, maka sebaiknya berlomba - lombalah bermain di luar negeri.  Jangan hanya puas mendapat reputasi pemain berbakat dirumah sendiri, tapi buktikan apakah mampu mendapatkan reputasi itu dinegara orang. Jika dengan motif ekonomi jangan hanya puas dibayar dengan Rupiah tapi rasakan juga dibayar dengan Dolar, Yen, Dinar dan lainnya.

Jadilah para petualang daripada menunggu tanpa kepastian. Jika pun semuanya kembali berjalan belum tentu ada perubahan.




Thursday, June 18, 2015

Abbas Saad dan Sutradara yang Kabur

Ramai tuduhan adanya pengaturan skor pada hasil pertandingan Sea Games Indonesia masih menunggu adanya pembuktian dari pihak berwenang kalau orang yang ramai menuduh mempunyai niat menelusuri ini ke jalur hukum.

Sepakbola seperti hal lainnya didunia ini memang mempunyai dua sisi. Gelap dan terang. Asia Tenggara bukanlah tempat yang sepi dari perjudian sepakbola, sebaliknya cukup ramai. Pada tahun 2014 Vietnam menghukum 9 pemain dengan hukuman kurungan karena pengaturan skor. Tahun 2012 Malaysia menghukum18 pemain plus satu orang pelatih karena pengaturan skor. Bahkan seorang jurnalis yang dianggap pakar dalam kasus match fixing, Declan Hill, menganggap seharusnya Malaysia menjadi juara umum soal match fixing.

Kasus match fixing dalam penyelesaiannya lebih banyak menghukum para pelaku langsung dalam sepakbola. Bandar, runner dan para pelaku lainnya tetap bebas berkeliaran. Tapi mungkin ada satu orang pemain saja yang masih merasakan kegetiran kasus match fixing ( walaupun ia masih menyangkal keterlibatannya ) karena FIFA pernah memberlakukan larangan bermain dimanapun untuk dirinya.

Abbas Saad. Pemain Australia kelahiran Lebanon mungkin tidak akan pernah mau kembali ke Singapore FA jika saja ia tahu nasibnya bakal buruk. Tahun 1990 ia pernah bermain untuk perwakilan Singapura ini diliga Malaysia layaknya Lions XII saat ini di Malaysia Super League. Percobaan pertama pemain yang dijuluki "Singapore's Beckham" ini berjalan lancar. Sempat membela Johor dan Sydney Olympic, tahun 1993 ia kembali lagi ke Singapore FA.



Disinilah nasib buruk menghampirinya. Tuduhan ikut berperan dalam pengaturan skor pada beberapa pertandingan tertentu. Ia disebut - sebut membantu pemain asal Ceko, Michal Vana, yang memasang taruhan pada beberapa pertandingan.

Jika timnas U-23, tuduhan pengaturan skornya lebih kepada kekalahan, kasus Michal Vana yang menyeret Abbas Saad justru skor kemenangan. Abbas Saad yang hingga saat ini masih kebingungan dengan kenapa sebenarnya ia mesti dihukum oleh Pengadilan Singapura bahkan oleh FIFA, memastikan ia tidak ikut berperan membantu Michal Vana.

Michal Vana setelah memasang taruhan pada pertandingan tertentu, mendatangi Abbas Saad dan memohon agar Abbas Saad mencetak gol, karena Michal Vana memasang taruhan lawan Singapore FA kalah dengan banyak gol. 

Abbas menolak membantu Vana karena berkaitan dengan taruhan, tetapi soal mencetak gol tetap akan ia laksanakan karena posisi bermainnya adalah gelandang menyerang terkadang penyerang. Bahkan jumlah golnya pun lumayan.

Sampai saat ini Abbas Saad bersumpah ia tidak terlibat. Namun kasus ini keburu tercium pihak berwenang. Michal Vana sempat ditahan dengan 6 tuduhan pengaturan skor. Tapi yang paling menderita adalah Saad. Karena kemudian dengan menggunakan paspor berbeda Vana berhasil pulang ke negaranya hanya 2 hari menjelang sidang peradilannya. Michal Vana tidak pernah menginjakkan kaki ke Singapura sampai dengan detik ini.

Abbas Saad harus menerima hukuman denda 50.000 dolar, hukuman seumur hidup dari Federasi Sepakbola Singapura, dan hukuman bermain dari FIFA. Pengadilan memutuskan bahwa peran Abbas Saad sangat minim dalam pengaturan skor dengan sutradara Michal Vana. Pengadilan juga menganggap bahwa Abbas Saad berperan membantu dalam tiga pertandingan dan kemudian mundur tidak lagi membantu Vana.

Beruntung bagi Saad karena pada tahun 1996 FIFA mencabut sanksi atasnya. Ia pun kembali meneruskan karirnya bersama klub lamanya di Australia termasuk Sydney United dan Northern Spirit. Federasi Sepakbola Singapura sendiri mencabut sanksi atas mantan bintang mereka yang ikut membawa Singapore FA menjuarai Liga Malaysia 1994 pada tahun 2009.

Pria  dengan 4 caps untuk Australia yang kini bekerja disalah satu jaringan televisi sebagai pakar sepakbola pada akhirnya bertemu dengan Michal Vana, 17 tahun kemudian dengan bantuan Touchwood Productions yang membuat film dokumenter tentang Abbas Saad dengan judul "Turning Point In The Game --  The Abbas Saad Story". Film yang ditujukan sebagai konfirmasi dari Vana bahwa Saad tidak terlibat apa - apa.Bahkan menurut Saad, Vana mengucapkan maaf yang tertunda bertahun lamanya. Karena ia adalah satu - satunya yang bisa membebaskan Saad ketika itu tetapi malah kabur kembali ke Republik Ceko.

Abbas Saad "Singapore's Beckham" yang menjadi korban match fixing.

Tuesday, June 16, 2015

Aji Santoso Terbantahkan!!

Pasca kekalahan Indonesia atas Vietnam, pelatih Indonesia Aji Santoso mengeluarkan statement pada salah satu media olahraga online yang isinya ia menanggung semua kegagalan ini, dan menyalahkan persiapan yang hanya 20 hari sebelum berangkat ke Sea Games 2015.

Sebelumnya saat kalah di pertandingan perdana atas Myanmar, Aji mengatakan bahwa inilah efek sanksi FIFA. Dua alasan seakan menjadi dasar bagi kegagalan timnas U-23 setidaknya mempertahankan medali perak yang berturut - turut diraih pada Sea Games 2011 dan 2013.

Tapi benarkah? well Aji Santoso mempunyai pandangannya sendiri dan sah - sah saja ia menyalahkan dua kondisi diatas. Tetapi bagi penonton sepakbola Indonesia khususnya timnas sudah bosan menerima alasan demi alasan dari siapapun alasan itu terucap.

Dalam satu berita terbaru pagi ini (16/06) Thailand hanya mempersiapkan kesebelasan perebut medali emas Sea Games 2015 dalam jangka waktu 10 hari saja. Sebelumnya mereka harus bergabung dengan klub. 

Alasan Aji Santoso jelas terbantahkan. Lama atau sebentar waktu persiapan bisa saja berpengaruh bisa juga tidak berpengaruh. Tergantung seberapa banyak hal yang harus diperbaiki selama masa persiapan tersebut.

Kenapa Aji tidak dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki kompetisi untuk para pemain muda yang teratur, terstruktur. Jika dalam kondisi QNB League berjalan pun tidak akan semua pemain timnas U-23 dimainkan diklubnya masing - masing. Lain halnya jika para pemain muda itu punya tempat tersendiri.ISL U-21, Piala Suratin, bukanlah tempat ideal untuk menumbuhkan pemain - pemain yang teruji dan berpengalaman. Terlalu sedikit frekuensi pertandingan per tahun.

Pemain muda Indonesia terlalu banyak berlatih daripada turun ke dunia nyata.

Menyoal sanksi FIFA. Evan Dimas mengatakan bahwa mereka hanya terganggu diawal saja dan kemudian tidak terlalu mempermasalahkan sanksi tersebut dan fokus membela timnas U-23.

Dua alasan Aji Santoso sudah terbantahkan dan bukti dilapangan pun mengatakan bahwa taktik dan strategi Indonesia, termasuk mental dan fisik pemain sudah tidak mampu menandingi Thailand, Myanmar dan Vietnam.

Kita Semakin Tertinggal!.

Wednesday, June 10, 2015

Lim Tong Hai dan Kisah Gol Bunuh Diri

Jika ada yang tidak suka Singapura menjadi tuan rumah Sea Games saat ini mungkin dia adalah mantan bek timnas, Lim Tong Hai. Memori buruk Sea Games 1993 masih menghantuinya.

Diperkuat 2 lulusan liga eropa, Fandi Ahmad dan Varadaraju Sundraamorthy, Singapura melaju ke babak semifinal Sea Games 1993. Layaknya tahun ini, Singapura berlaku sebagai tuan rumah dan tentunya ingin mempersembahkan medali emas kepada pendukung mereka.

Satu grup bersama Indonesia, Vietnam dan Filipina, meraih 2 kemenangan atas Vietnam dan Filipina kemudian imbang dengan Indonesia. Unggul selisih gol atas Indonesia, Singapura memasuki semifinal sebagai juara grup dan menantang Myanmar.



Myanmar lolos ke semifinal setelah menjadi runner up Grup A dibawah Thailand. Kekuatan mereka (seperti sekarang) cukup bagus dengan mencatatkan kemenangan atas Laos, Brunei dan Malaysia. Hanya sekali kekalahan atas Thailand.

Semifinal dilangsungkan pada 16 Juni 1993. Bertanding dikandang sendiri, National Stadium, Singapura langsung menggebrak dengan memimpin 2 gol hanya dalam waktu 23 menit. Segalanya seperti berjalan lancar sampai bencana terjadi.

Gebrakan Myanmar dari sisi kanan Singapura berhasil menembus kotak penalti Singapura, bola diumpankan ke tengah, kiper Singapura mencoba menghadang namun bola lolos. Dibelakangnya penyerang Myanmar siap mencocor bola, dan.......yes ia gagal menjangkau bola, tetapi bola dengan keras menghujam gawang Singapura, Lim Tong Hai tidak kuasa mengontrol bola yang datang deras dan membuat gol bunuh diri. 2-1 masih keunggulan Singapura. Lim Tong Hai terpuruk diatas rumput menyesali gol bunuh diri yang terjadi.

Kesialannya belum berhenti. Myanmar yang menekan sisi kanan Singapura berhasil melepaskan umpan lob ke kotak penalti. Bola dikejar oleh penyerang nomor 9 Myanmar yang ditempel ketat oleh Lim Tong Hai. Adu fisik antara keduanya menyebabkan bek berusia 24 tahun ini terjatuh, namun Lim masih berusaha menghalau bola keluar dengan kaki kanannya. Sial, bola malah melambung pelan ke arah gawangnya sendiri ketika kiper Singapura terlanjur naik untuk menjemput bola!!. 2-2, kedudukan imbang.



Tak berselang lama, Myanmar malah menambah gol. Babak pertama ditutup dengan keunggulan Myanmar. Beruntung masih ada "super steve" alias Steven Tan yang berhasil memberikan Singapura harapan dan memaksa babak II ditutup dengan skor 3-3.

Rupanya nasib memang tidak memihak Singapura, karena pertandingan yang dilanjutkan ke babak adu penalti ini akhirnya mengubur harapan Singapura untuk bersaing mendapatkan medali emas di babak final melawan Thailand yang disemifinal mengalahkan Indonesia. Myanmar menang setelah seorang algojo Singapura gagal melakukan eksekusi penalti.

Medali perunggu yang akhirnya dimenangkan setelah mengalahkan Indonesia mungkin cukup sebagai hiburan Singapura. Tapi bagi Lim Tong Hai, bahkan 22 tahun setelah kejadian itu, orang masih mengingat 2 gol bunuh dirinya. Ia masih ingat komentar pedas yang ia terima "Jika Andreas Escobar ditembak 6 kali karena gol bunuh diri di Piala Dunia 1994, Lim seharusnya mendapatkan 12 kali tembakan".

Lim menutup karir bermainnya pada tahun 2003. Beberapa klub seperti Geylang United, Tiong Bahru United, Tanjong Pagar United termasuk  Singapore FA diliga Malaysia pernah ia bela. Ia sempat menekuni karir sebagai manajer Geylang United setelah beberapa kali berganti peran dijajaran pelatih Geylang United.

Meski fans masih tidak bisa melupakan 2 gol bunuh dirinya, tetapi ketika itu ia mendapat banyak dukungan moril dari keluarga, rekan tim bahkan Menteri Pertahanan Singapura. "Dalam kehidupan, kesalahan adalah tidak terhindarkan" begitu Dr.Yeo menyemangati Lim.

Kenangan fans akan gol bunuh diri Lim Tong Hai seakan disegarkan oleh Lim ketika ia mencetak gol bunuh diri (kembali) dalam pertandingan Singapore legends vs Liverpool Legends yang didedikasikan untuk Aleksander Duric tahun 2014 kemarin.


Tuesday, June 9, 2015

Letnan Polisi Kiatisuk Senamuang

Kiatisuk Senamuang. Mengingatkan saya pada jajaran striker - striker top Asia Tenggara bersama Kurniawan Dwi Yulianto, Lee Hyun Duc, dan tidak melupakan bintang Kamboja, Hok Shocetra. Pada masanya striker Thailand ini adalah momok menakutkan setiap pemain bertahan lawan dan juga menggetarkan Asia Tenggara ketika ia meneken kontrak dengan Huddersfield Town A.F.C pada tahun 1999, klub Football League First Division Inggris (sekarang dikenal dengan Football League Championship).


Mengawali karir sebagai pesepakbola saat masih berstatus polisi pada tahun 1989 - 1990 bergabung dengan klub Krung Thai Bank. Hanya butuh semusim untuk promosi ke tim senior Krung Thai Bank, klub yang kini bernama Bangkok Glass FC setelah diakuisisi oleh Bangkok Glass Grup Companies. Dalam musim debutnya, ia telah mengantar klubnya menjuarai Kor Royal Cup. Selama membela Krung Thai Bank dari 1989 - 1995 ia mencatatkan 145 penampilan dan 121 gol.

Penampilannya ini membuat ia mendapatkan tempat di timnas Thailand sejak tahun 1992. Gol timnas pertama dicetak ke gawang Sri lanka 11 April 1993 pada kualifikasi Piala Dunia 1994. Sejak itu namanya selalu menjadi pilihan utama Thailand dan sekaligus membangun reputasinya sebagai striker haus gol Asean. Total 131 caps dan 70 gol untuk timnas Thailand yang merupakan rekor penampilan terbanyak dan gol terbanyak.

Usai dari Krung Thai Bank, ia melanjutkan karirnya di Raj Pracha dan kemudian membela Royal Thai Police. Tahun 1998 ia menapaki karir bermain di luar Thailand dengan bergabung bersama klub Perlis Malaysia. Hanya bertahan semusim disana, ia mendapatkan trial bersama klub Inggris Middlesbrough. Sayangnya ia tidak mendapatkan kontrak, namun striker yang punya julukan "Zico" direkomendasikan kepada Huddersfield Town yang saat itu dimanajeri Steve Bruce (saat ini manajer Hull City).




Huddersfield langsung mengontrak Senamuang, saat itu berusia 23 tahun, dengan gaji 2000 poundsterling per minggu, satu flat dengan dua kamar tidur, dan mobil Ford. Banyak pendapat yang mengatakan saat itu tindakan Steve Bruce hanyalah aksi publisitas belaka, mendongkrak pamor klub di Thailand.

Terbukti atau tidak, namun Kiatisuk tidak bisa banyak berbuat di Inggris. Home sickness juga adaptasi terhadap budaya terutama persepakbolaan Inggris membuat ia tidak diturunkan sekalipun pada kompetisi  musim 1999/2000. 

Tiga bulan pertamanya di Inggris dihabiskan untuk membangun fisik ala sepakbola Inggris. Menu makanannya adalah ayam rebus, kentang, dan kacang - kacangan, sesuatu hal yang jauh berbeda dari sepakbola Thailand.

Meski bersahabat dengan Ken Monkou dan Marcus Stewart, namun Kiatisuk Senamuang tidak yakin karirnya akan baik di Inggris. Faktanya kemudian pria kelahiran tahun 1973 ini terlempar ke skuad cadangan Huddersfield. Kenyataan ini membuatnya mencoba peruntungan dengan Crystal Palace. Kegagalan akhirnya membuat ia kembali ke Asia Tenggara bergabung bersama Singapore Armed Forces hanya dalam waktu kurang dari setahun sejak ia meneken kontrak di Inggris.

Ia memang "lethal" untuk Asia Tenggara. Selang dua tahun ia bergabung bersama Hoang Anh Gia Lai (HAGL) Vietnam dengan gaji setara 5.600 poundsterling per bulan, sebuah rumah dengan lima kamar tidur, dan mercedes baru. Meski saat itu HAGL berada di divisi 2 Vietnam. Disini pula Zico menamatkan karir bermainnya pada tahun 2006. Total ia mencetak 102 gol dalam 75 penampilan bersama HAGL.

Prestasi bersama Thailand adalah diantaranya menjuarai Piala Kemerdekaan Indonesia 1994, Piala AFF 1996, 2000, 2002.

Pria yang berhenti dari kepolisian ini kini menjadi manajer Thailand dan kembali ia mengukir sejarah dengan mencatatkan diri sebagai pesepakbola yang berhasil meraih Piala AFF baik sebagai pemain maupun pelatih.

Striker Maut Asean tapi jelas bukan untuk Inggris.

Monday, June 8, 2015

Beware Indonesia..Myanmar is coming

Myanmar. Negara yang kini sedang ramai diperbincangkan karena mengusir etnis Rohingya  dari wilayah yang dulu bernama Birma. Beberapa negara termasuk Indonesia khususnya Aceh, kini menjadi rumah sementara bagi umat muslim minoritas tersebut setelah terapung - apung di lautan.

Namun kita tidak akan berbicara soal itu meski tetap mengutuk perilaku Pemerintah Myanmar. Kita berbicara tentang kemajuan pesat sepakbola Myanmar. Pesat dengan ukuran sebagai wakil Asia Tenggara pada Piala Dunia U-20 Selandia Baru, semifinalis Piala Asia U-19 tahun 2014, Juara Hassanal Bolkiah Trophy 2014 dan memastikan lolos ke semifinal Sea Games Singapura 2015 tanpa cacat sejauh ini (termasuk mengalahkan Indonesia).

Semua catatan diatas merupakan prestasi para pesepakbola level umur (U-19, U-20, dan U-23) di Myanmar. Tidaklah aneh karena dipimpin oleh konglomerat Myanmar, Zaw Zaw, MFF (Myanmar Football Federation) memang memfokuskan pada pembinaan usia muda.

Beberapa kerjasama dengan pembangunan akademi sepakbola dilakukan oleh MFF seperti bekerjasama dengan klub Albirex Niigata. Selain itu juga bekerjasama dengan klub Gamba Osaka dan Panasonic menyelenggarakan football clinic. MFF juga menjalin kerjasama dengan perusahaan telekomunikasi Ooredoo yang menghadirkan coaching clinic sebagai bagian kerjasama Ooredoo dengan Paris Saint Germain.

Pembenahan infrastruktur pun dilakukan seperti merehab fasilitas latihan timnas U-23 di kota Yangon. Pada tahun 2010 MFF bersama FIFA membangun Mandalay Football Academy dan pada tahun 2012 mendirikan Pathein Football Academy.


Pathein Football Academy ( Ayeyawady )


Pembenahan juga dilaksanakan pada sisi kompetisi dengan merilis Myanmar National League sejak tahun 2009. Dengan adanya kompetisi ini maka status kompetisi menjadi profesional. Selain itu juga melengkapi dengan kompetisi lainnya seperti MFF Cup dan Myanmar National League Cup. Berdasarkan data yang didapat timnas Myanmar U-19 bergabung di MNL-2 sebagai tim tamu pada kompetisi divisi 2 tersebut.

Bukan hanya pembenahan pada timnas pria. Karena dengan kerjasama FIFA, mereka juga mengembangkan sepakbola wanita. Saat ini statusnya bisa dibilang sebagai penguasa Asia Tenggara bersama Thailand dan Vietnam. Runner up Piala AFF 2015, merebut medali perunggu Sea Games 2013, perwakilan Asia Tenggara di Piala Asia 2010 dan 2014 adalah beberapa prestasi terakhir timnas wanita Myanmar.





Pembinaan sepakbola usia muda juga dilakukan oleh Myanmar dengan menyelenggarakan MNL Youth atau MNL U-12 hasil kerjasama dengan Kementerian Pendidikan. MFF juga menyelenggarakan kompetisi wanita dengan tajuk MFF Digicel's Cup.

Dengan pembangunan yang terus dilaksanakan tak heran Myanmar menjadi salah satu pesaing serius Indonesia dikawasan Asia Tenggara. Bahkan ga aneh juga Indonesia berhasil dikalahkan dengan skor mencolok.

Prestasi Myanmar bukan hanya dilapangan tetapi juga dalam manajemen sepakbola, penghargaan AFC Dream Asia pada tahun 2013 menjadi salah satu bukti perkembangan sepakbola Myanmar.

Indonesia? kok malah berantem....