Saturday, May 30, 2015

Sanksi FIFA dan Kagok Edan

Akhirnya sanksi turun juga. Badan Sepakbola Dunia (FIFA) merilis surat pemberian sanksi kepada PSSI sebagai konsekuensi atas pertempuran Menpora vs PSSI. Dengan batas waktu yang ditentukan alias tergantung secepat apa Indonesia bisa membereskan kisruh ini. Berkaca pada penjatuhan sanksi kepada Kamerun, FIFA kembali mencabut sanksi hanya dalam waktu 3 minggu karena Kamerun cepat berbenah dan berdamai.

Indonesia? rasanya belum bisa dipastikan. Karena Menpora tetap keukeuh dengan pilihannya bahkan bisa dibilang kagok edan, kepalang basah daripada kena malu. PSSI dengan tameng statuta FIFA tidak mau eksklusifitasnya terganggu dan tetap pada pendirian, Pemerintah cukup sebagai penonton saja, meskipun fakta berbicara mereka tidak bisa apa - apa bahkan untuk meminta izin pertandingan sekalipun dari pihak keamanan.
Sama - sama teguh pendirian, korbannya sudah bergelimpangan. Beberapa klub sudah memutus kontrak pemain, bahkan para pemain sekarang nyambi main tarkam demi menyambung hidup. Jangan tanya tentang prestasi timnas, kompetisi saja tidak ada. Bahkan perusahaan - perusahaan yang mendanai klub kabarnya akan memutus kontrak. Rakyat? kehilangan hiburan.





Negara demokratis tetapi dalam hal sepakbola tidak bisa menerapkan, karena memang FIFA sendiri sudah otoriter. Negara didalam negara itulah salah satu sindiran kepada FIFA. Bahkan dalam penyelenggaraan Piala Dunia Brazil 2014 mereka membuat pengadilannya sendiri yang menindak setiap kriminalisme dalam penyelenggaran Piala Dunia dalam waktu singkat.

Tak usah menyalahkan PSSI yang arogan, karena ortu-nya sendiri arogan. Walau kondisinya mereka juga sangat membutuhkan partisipasi dan dukungan Pemerintah dalam setiap agenda mereka. Masih dalam Piala Dunia Brazil 2014, bagaimana FIFA berani "melanggar" aturan Pemerintah Brazil tentang penjualan alkohol distadion, karena salah satu sponsor Piala dunia adalah perusahaan minuman alkohol.

Menpora yang tidak belajar dari pengalaman pendahulunya, Andi Mallarangeng, saat merestui IPL bergulir dan membiarkan kompetisi resmi ditinggal beberapa pesertanya, juga minim strategi dalam merombak sepakbola. Dia lebih memilih menghajar  dengan keras juga daripada dengan strategi keras dan lunak.

Sampai kapan sanksi ini berlangsung? sampai satu pihak mengibarkan bendera putih. Rekonsiliasi, perdamaian ? rasanya hanya mimpi. Tapi kalau keduanya masih sama keras dan tidak mau kehilangan harga diri, ya sudahlah rasanya kita harus membuat liga provinsi yang levelnya amatir.


No comments:

Post a Comment